About Me

Visitors

Flag Counter

Saturday, 12 November 2011

WANITA PADA SAAT PERSALINAN


BAB I
PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang Masalah
Sekarang disadari bahwa penyakit dan komplikasi obstetric tidak semata-mata disebabkan oleh gangguan organic. Beberapa diantaranya ditimbulkan atau diperbuat oleh gangguan psikologik. Latar belakang timbulnya penyakit dan komplikasi dapat dijumpai dalam berbagai tingkat ketidakmatangan dalam perkembangan emosional dan psikoseksual dalam rangka kesanggupan seseorang dalam menyesuaikan diri dengan situasi tertentu yang sedang dihadapi, dalam hal ini khususnya kehamilan, persalinan dan nifas. Karena rasa nyeri dalam persalinan sejak zaman dahulu sudah menjadi pokok pembicaraan diantara wanita, maka banyak calon ibu menghadapi kehamilan dan kelahiran anknya dengan perasaan takut dan cemas. Tidaklah mudah untuk menghilangkan rasa takut yang sudah berakar dalam itu, akan tetapi dokter dan bidan dapat berbuat banyak dengan membantu para wanita yang disinggapi perasaan takut dan cemas. Sejak pemeriksaan kehamilan pertama kali dokter atau bidan harus dengan kesabarannya meyakinkan calon ibu bahwa kehamilan dan persalinan adalah hal yang normal dan wajar. Dia tidak hanya harus menimbulkan kepercayaan, akan tetapi harus pula menimbulkan anggapan pada wanita yang bersangkutan bahwa ia seorang kawan yang ahli dalam bidangnya dan yang sungguh-sungguh berkeinginan mengurangi rasa nyerinya serta menyelamatkan ibu dan anak. Perubahan psikologis keseluruhan seorang wanita yang sedang mengalami persalinan sangat bervariasi, tergantung pada persiapan dan bimbingan antisipasi yang ia terima selama menghadapi persalinan, dukungan yang diterima wanita dari pasangannya, orang terdekat lain, keluarga dan pemberi perawatan. Dengan alasan itulah penulis mengambil tema permasalahan psikologi yang dihadapi wanita saat menghadapi kelahiran.
  1. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini terdiri dari :
  1. Tujuan umum : untuk memenuhi salah satu tugas kelompok mata kuliah Psikologi dengan judul “ Permasalahan psikologis pada saat kelahiran
  2. Tujuan khusus : untuk mengetahui perubahan psikologis yang terjadi pada saat kelahiran dan cara mengatasinya”
  1. Pembatasan Masalah
Penulis hanya membatasi masalah mengenai gangguan psikologis pada ibu dalam masa persalinan.
  1. Metode Penulisan
Metode yang digunakan penulis dalam penulisan makalah ini yaitu,
  • metode pustaka
Penulis menggunakan buku/literatur yang berhubungan dengan tugas yang diberikan untuk menunjang terselesaikannya tugas dengan baik.
  • Metode internet
Penulis menggunakan jasa teknologi yaitu internet dalam mencari materi.

  1. Sistematika Penulisan
Bab I : pendahuluan
Adalah sekumpulan data dan fakta mengenai hal-hal yang berhubungan dengan gangguan psikologis pada masa persalinan. Disamping itu, juga dijelaskan latar belakang masalah, tujuan penulisan, pembatasan masalah, metode penulisan, dan sistematika penulisan .
Bab II : Pembahasan
Berisi
Bab III : Penutup
Berisi simpulan dan saran

BAB II
ISI

A.               GELISAH DAN TAKUT MENGHADAPI PERSALINAN
Saat menghadapi persalinan, terutama untuk wanita yang baru akan memiliki anak pertama merupakan suatu pengalaman baru dan merupakan masa-masa yang sulit bagi seorang wanita. Tidak mengherankan, calon ibu yang akan melahirkan pertama kali diselimuti perasaan takut, panik, dan gugup. Kecemasan yang terjadi pada wanita yang akan memiliki bayi, umumnya disebabkan karena mereka harus menyesuaikan diri dengan kebutuhan fisik dan psikologis bayi yang banyak menyita waktu, emosi dan energi, sementara itu seorang wanita tetap dibebani untuk mengurus kebutuhan rumah tangga. Pada saat cemas individu akan sangat sulit untuk menyesuaikan diri baik dengan dirinya sendiri, orang lain, maupun lingkungan. Menjelang persalinan, banyak hal mengkhawatirkan muncul dalam pikiran ibu. Takut bayi cacat, takut harus operasi, takut persalinannya lama, dan sebagainya. Terlebih bila sebelumnya ada teman atau kerabat yang menceritakan pengalaman bersalin mereka, lengkap dengan komentar yang menyeramkan. Alhasil, bukannya tenang, ibu yang hendak melahirkan jadi tambah cemas. Apalagi jika persalinan pertama. “Selain manusia tidak lepas dari rasa khawatir, calon ibu tidak tahu apa yang akan terjadi saat persalinan nanti. Jangankan persalinan pertama, persalinan yang kelima pun masih wajar bila ibu merasa khawatir.”
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kecemasan yang dialami berbeda-beda untuk masing-masing individu. Kecemasan menurut Syarif (2002) dikemukakan sebagai penyakit kecemasan yakni merasa sempit dan penyakit ketakutan, yang juga diartikan sebagai perasaan sempit, disertai dengan adanya kelainan pada anggota tubuh dalam melaksanakan fungsinya seperti : detak jantung yang cepat, jiwa merasa sempit, tidak stabilnya alat pencernaan, susunan syaraf dan otot, kacaunya aktivitas pengeluaran dari berbagai kelenjar yang ada di dalam tubuh dan sebagainya. Kecemasan juga mempunyai segi yang disadari seperti rasa takut, terkejut, tidak berdaya, rasa dosa atau bersalah, terancam dan sebagainya. Juga ada segi-segi yang terjadi di luar kesadaran atau tidak jelas, seperti orang merasa takut tanpa mengetahui sebabnya ia menjadi takut dan tidak dapat menghindari perasaan yang tidak menyenangkan itu. Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya rasa takut, cemas dan gelisah adalah diantaranya berkaitan dengan dukungan dari keluarga dan mertua membuat individu merasa lebih diperhatikan dalam menjalani kehamilan. Selain itu pengalaman pernah atau belum mengalami persalinan juga dapat memicu stress psikologis bagi sang ibu. Misalnya, bagi ibu yang belum pernah melahirkan atau dengan kata lain dia baru akan memiliki anak pertama, dia akan merasa sangat cemas dan khawatir tentang seperti apa persalian itu, apakah sangat menyakitkan, apakah sakitnya nanti lama atau tidak dan tentang kondisi bayinya nanti apakah bayinya sehat dan normal atau tidak. Puncak kekhawatiran muncul bersamaan dengan dimulainya tanda-tanda akan melahirkan. Kontraksi yang lama-kelamaan meningkat menambah beban ibu, sehingga kekhawatiran pun bertambah. Pada kondisi inilah perasaan khawatir, bila tidak ditangani dengan baik, bisa merusak konsentrasi ibu sehingga persalinan yang diperkirakan lancar, berantakan akibat ibu panik.
Kekhawatiran yang teramat sangat pun bisa membuat otot-otot, termasuk otot di jalan lahir, bekerja berlawanan arah, karena dilawan oleh ibu yang kesakitan. Akibatnya, jalan lahir menyempit dan proses persalinan berjalan lebih lama dan sangat menyakitkan. Bahkan bisa sampai terhenti. Pengalaman melahirkan pertama kali memberikan perasaan yang bercampur baur antara bahagia dan penuh harapan dengan kekhawatiran tentang apa yang akan dialami semasa persalinan. Kecemasan tersebut muncul karena bayangan tentang hal-hal yang menakutkan saat proses persalinan, walaupun apa yang dibayangkan belum tentu terjadi. Situasi ini menimbulkan perubahan drastis, bukan hanya fisik dan psikologis.
Cara yang dapat dilakukan untuk meminimalisir terjadinya stress psikologis pada diri ibu adalah dengan :
a.       Dari pihak suami
1.      Memberikan perhatian dan dukungan kepada istri selama hamil
2.      Memberikan kasih sayang dan sentuhan hangat kepada istri ketika istri merasa ketidaknyamanan dengan kehamilannya.
3.      Bersedia mengantar dan menemani istri ketika istri ingin memeriksakan atau sekedar berkonsultasi seputar kehamilannya kepada tenaga kesehatan.
b.      Dari pihak keluarga
1.      Membagi pengalaman terutama dari pihak ibu tentang bagaimana persalinan itu, seperti apa rasanya dan seperti apa bangganya seorang ibu dapat melahirkan anak dari rahimnya sendiri.
2.      Memberikan perhatian dengan membawakan kadang-kadang membawakan makanan kepada sang anak tersebut.
c.       Dari pihak tenaga kesehatan
1.      Memberikan penjelasan kepda ibu untuk terus menjaga kehamilannya nanti sampai waktu untuk melahirkan yaitu misalnya dengan makan-makanan yang bergizi dan melakukan olahraga setiap harinya dengan berjalan-jalan pada waktu pagi hari.
2.      Memberikan pengertian mengenai tanda-tanda persalinan atau kelahiran dan bagaimana nanti jalannya persalinan.
    1. Memberitahukan pentingnya religiusitas bagi wanita hamil yang mengalami kecemasan dalam menghadapi persalinan. Karena menurut Meichati (1983) mengemukakan kehidupan beragama dapat memberikan bantuan moral dalam menghadapi krisis serta menimbulkan sikap rela menerima kenyataan sebagaimana yang telah digariskan Tuhan. Penyelesaian masalah hidup melalui keagamaan akan meningkatkan kehidupan ke nilai spiritual sehingga memperoleh keseimbangan mental. Agama juga dapat mempengaruhi kepribadian dan memberikan jalan untuk mendapatkan rasa aman, tidak takut atau cemas, gelisah dalam menghadapi persoalan hidup.

B.   GANGGUAN BOUNDING ATTACHMENT
1.     Pengertian Bounding Attachment
a.       Menurut Nelson Bounding attachment adalah terdiri dari 2 kata yaitu bounding dan attachment. Bounding merupakan proses pembentukan. Sedangkan attachment merupakan membangun ikatan. Jadi bounding attachment adalah sebuah peningkatan hubungan kasih sayang dengan keterikatan batin antara orangtua dan bayi.
b.      Menurut Maternal dan Neonatal Health, bounding attachment  adalah kontak dini secara langsung antara ibu dan bayi setelah proses persalinan, dimulai pada kala III sampai dengan post partum.
c.       Menurut Parmi (2000), bounding attachment adalah suatu usaha untuk memberikan kasih sayang dan suatu proses yang saling merespon antara orang tua dan bayi lahir.
d.      Menurut Klause dan Kennel (1983): interaksi orang tua dan bayi secara nyata, baik fisik, emosi, maupun sensori pada beberapa menit dan jam pertama segera bayi setelah lahir
Jadi, dapat disimpulkan bahwa bounding attachment adalah suatu proses untuk membangun ikatan lahir dan batin antara orang tua dengan bayinya atau anaknya. Hal ini merupakan proses dimana sebagai hasil dari suatu interaksi terus-menerus antara bayi dan orang tua yang bersifat saling mencintai memberikan keduanya pemenuhan emosional dan saling membutuhkan.
2.     Tahap-Tahap Bounding Attachment
a.       Perkenalan (acquaintance), dengan melakukan kontak mata, menyentuh, berbicara, dan mengeksplorasi segera setelah mengenal bayinya.
b.      Bounding (keterikatan),
c.       Attachment, perasaan sayang yang mengikat individu dengan individu lain
Menurut Klaus, Kenell (1982), bagian penting dari ikatan ialah perkenalan.
3.     Elemen-elemen Bounding Attachment
a.       Sentuhan
Sentuhan, atau indera peraba, dipakai seara ekstensif oleh orang tua dan pengasuh lain sebagai suatu sarana untuk mengenali bayi baru loahir dengan cara mengeksplorasi tubuh bayi dengan ujung jarinya. Penelitian telah menemukan suatu pola sentuhan yang hampir sama yakni pengasuh memulai eksplorasi jari tangan ke bagian kepala dan tungkai kaki. Tidak lama kemudian pengasuh memakai telapak tangannya untuk mengelus badan bayi dan akhirnya memeluk dengan tangannya. Gerakan ini dipakai menenangkan bayi.
b.      Kontak mata
Ketika bayi baru lahir mampu secara fungsional mempertahankan kontak mata, orang tua dan bayi akan menggunakan lebih banyak wktu utuk salaing memandang. Beberap ibu mengatakan, dengan melakukan kontak mata mereka merasa lebih dekat degan bayinya
c.       Suara
Saling mendenganr dan meresponi suara antara orang tua dan bayinya juga penting. Orang tua menunggu tangisan pertama bayinya dengan tegang. Sedangkan bayi akan menjadi tenag dan berpaling kea rah orang tua mereka saat orang tua mereka berbicara dengan suara bernada tinggi.
d.      Aroma
Perilaku lain yang terjalaina antara orang tua dan bayi ialah respons terhadap aroma / bau masing-masing. Ibu mengetahui setiap anak memiliki aroma yang unik. Sedangkan bayi belajar dengan cepat untuk membedakan aroma susu ibunya.
e.       Entraiment
Bayi baru lahir bergerak-gerak sesuai dengan struktur pembicaraaan orang dewasa. Mereka menggoyang tangan, mengangkat kepala, menendang-nendangkan kaki, seperti sedang berdansa mengikut nada suara orang tuanya. Entrainment terjadi saat anak mula berbicara. Irama ini berfungsi member umpan balik positif kepada orang tua dan menegakkan suatu pola komunikasi efektif yang positif.
f.       Bioritme
Anak yang belum lahir atau baru lahir dapat dikatakan senada dengan ritme alamiah ibuya. Untuk itu, salah satu tugas bayi baru lahir ialah membentuk ritme personal (bioritme). Orang tua dapat membantu proses ini dengan member kasih sayang yang konsisten dan dengan memanfaatkan waktu sat bayi mengembangkan perilaku yang responsive. Hal ini dapat meningkatkan interaksi social dan kesempatan bayi untuk belajar.
g.      Kontak dini
Saat ini, tidak ada bukti-bukti alamiah yang menunjukkan bahwa kontak dini setelah lahir merupakan hal yang penting hubungan orang tua-anak. Namun menurut Klaus, Kennel (1982), ada beberapa keuntungan fisiologis yang dapat diperoleh dari kontak dini:
1.      Kadar oksitosin dan prolaktin meningkat
2.      Reflek menghisap dilakukan dini
3.      Pembentuk kekebalan aktif dimulai
4.      Mempercepat proses ikatan antara orang tua dan anak
h.      Body warmth (kehangatan tubuh)
i.        Waktu pemberian kasih sayang
j.        Stimulasi hormonal
C.   Prinsip-Prinsip dan Upaya Meningkatkan Bounding Attachment
1.      Dilakukan segera (menit pertama jam pertama).
2.      Sentuhan orang tua pertama kali.
3.      Adanya ikatan yang baik dan sistematis berupa kedekatan orang tua ke anak.
4.      Kesehatan emosional orang tua.
5.      Terlibat pemberian dukungan dalam proses persalinan.
6.      Persiapan PNC sebelumnya.
7.      Adaptasi.
8.      Tingkat kemampuan, komunikasi dan keterampilan untuk merawat anak.
9.      Kontak sedini mungkin sehingga dapat membantu dalam memberi kehangatan pada bayi, menurunkan rasa sakit ibu, serta memberi rasa nyaman.
10.  Fasilitas untuk kontak lebih lama.
11.  Penekanan pada hal-hal positif.
12.  Perawat maternitas khusus (bidan).
13.  Libatkan anggota keluarga lainnya/dukungan sosial dari keluarga, teman dan pasangan.
14.  Informasi bertahap mengenai bounding attachment
D.   Keuntungan Bounding Attachment
1.      Bayi merasa dicintai, diperhatikan, mempercayai, menumbuhkan sikap sosial.
2.      Bayi merasa aman, berani mengadakan eksplorasi.
3.      Meningkatkan kedekatan secara emosional antara ibu dan bayinya.
E.    Gangguan Bounding Attachment
1.      Respon ayah dan keluarga
Ayah mungkin menjadi anggota keluarga yang terlupakan, terutama bila hal ini merupakan anak yang pertama. Sebelum bayi tiba di rumah, ia merupakan bagian terbesar dari keluarganya yang terdiri dari dua orang. Aktivitas siang hari dimana mudah disesuaikan dengan pasangannya malam hari tanpa gangguan. Kini rumah menjadi tidak terkendali, makan menjadi tidak terjadwal, tidur mengalami gangguan dan hubungan seksual untuk sementara ditangguhkan. Ayah harus dilibatkan dalam perwatan anak dan pemeliharaan aktivitas rumah. Dengan berbagai tanggung jawab seperti ini, mereka menjadi bagian dari pengalaman mengasuh anak. Sebagai akibat, pasangan menjadi lebih dekat.
Sebagai ayah baru, peran ayah tidak kurang rumitnya dibandingkan peran istri. Tentu sang ayah tidak mengandung si bayi selam 9 bulan, tetapi harus membuat penyesuaian secara fisik dan emosi ketika waktu persalinan semakin dekat dan persiapan untuk bayi menjadi penting sekali. Di satu pihak, sang ayah ungkin merasa seolah-olah tidak ada hubungan dengan persalinan tetapi pada sisi lain ini adalah bayinya juga. Ketika bayi akhirnya lahir, sang ayah mungkin merasa sangat lega dan juga gembira serta gugup. Sewaktu menyaksikan kelahiran bayi, perasaan komitmen dan cinta membanjir ke permukaan menghilangkan kekhwatiran bahwa sang ayah tidak akan pernah mempunyai keterikatan dengan bayinya. Sang ayah juga merasakan penghargan yang besar dan cinta kepada istri lebih dari pada sebelumnya. Pada waktu yang sama, merenungkan tanggung jawab untuk merawat baka ini salam 20 tahun ke depan dapat membuat sang ayah lemah.
Pendekatan terbaik adalah menjadi ayah yang seaktif mungkin. Misalnya, saat istrinya melahirkan di rumah sakit, ayah mungkin di tempatkan di dalam ruang rawat gabung sampai waktunya membaw pulang bayi ke rumah. Ini akan membantu ayah merasa tidak seperti penonton tetapi lebih sebagai peserta aktif. Ayah akan mengenal bayinya dari permulaaan juga memungkinkan ayah berbagi pengalaman emonsional dengan istirnya. Begitu seluruh keluarga berada di rumah, sang ayah dapat dan harus membantu memakaikan popok, memandikan dan membuat senang bayi. Kebalikan dengan sterotype kuno, pekerjaan ini bukanlah pekerjaan eksklusif wanita.
Tidak ada alasan mengapa seorang ayah tidak mampu melaksanakan pekerjaan sehari-hari mengurus rumah dan anak sebaik ibu. Umumnya ayah yang bersedia mengurus rumah tangga hanya untuk menyenangkan istrinya saja. Alangkah baiknya jika pekerjaan ini dikerjakan dengan perasaan bahwa sudah selayaknya menerima tanggung jawab di dalam rumah yaitu merawat anak dan rumah tangga sehari-hari.
2.      Sibling Rivally
Salah satu peristiwa kunci dalam kehidupan anak adalah kelahiran adik baru. Kehamilan itu sendiri merupkan waktu ideal bagi anak-anak untuk memahami darimana bayi berasal dan bagaimana bayi itu dilahirkan. Anak mungkin memiliki reaksi campuran terhadap adik baru, bergairalah karena mendapat teman bermain baru, takut akan ditelantarkan dan sering kecewa ketika sang adik tidak mau segera bermain. Akan tetapi persaingan sengit yang ditakutkan oleh banya orang tua bukan tidak dapat dihindari. Temperamen anak tertentu itu dan cara orang tua memperlakukan anak adalah faktor kunci yang menentukan seberapa besar persaigan yang terjadi di antara saudara kandung.
Tidak mudah memang untuk menjaga keseimbangan yang tepat antara menyesuaikan diri dengan kebutuhan bayi baru dan membantu anak yang lebih besar mengatasi perubhahn itu. Usahakan agar anak yang lebih besar mendapat beberapa keistimewaan, mungkin dengan waktu tidur lebih larut atau waktu khusus untuk perhatian yang tidak terbagi untuknya. Pastikan pula bahwa anak yang lebih kecil dilindungi dari perlakuan marah dan suka memerintah dari anak yang lebih besar, lebih kuat dan lebih pandai.
Percekcokan yang bercampur dengan permainan yang menyenangkan adalah pola yang lazim di antara kakak dan adik. Tidak bijaksana bila kit mengharapkan seseorang anak selalu bertindak adil menurut standar orang dewaasa. Barna gkali lebih baik mengajar semua anak karena tidak bertengkar atau memarahi mereka semua ketika mereka berkelahi daripada mencoba menyelidiki siapa yang benar dan siapa yang salah. Walaupun tanpa bisa dihindari sekali waktu mungkin bertindak berlebihan, waspadalah agar seorang anak jangan selalu diberi dukungan dengan mengorbakan anak lain.
Jika saudara kandung adalah anak prasekolah, dia akan lebih dapat lebih memahami apa yang sedang terjadi. Dengan mempersiapkan dia selama kehamilan, orang tua dapat membantu mengurangi kebingungan atau rasa irinya. Dia dapat memahami fakta dasar dari situasi tersebut dan dia kemungkinan akan sangat ingin tahu tentang orang yang ingin dia ketahui ini. Begitu bayi lahir, anak yang lebih besar merasa kehilangan orang tuanya dan marah karena bayi akan menjadi pusat perhatian baru. Tetapi dengan memuji dia karena telah memabtu dan bertindak seperti “orang dewasa” akan membuat anak tahu bahwa dia juga mempunyai peran baru yang penting untuk dimainkan. Pastikan bahwa anak mendapatkan waktu menjadi “orang penting” dan diizinkan menjadi “bayi” sewaktu dia merasa perlu. Selain itu sering diberikan kesempatan agar dia tahu bahwa ada scukup ruang dan cinta kasih dalam hati orang tua untuk mereka berdua.
Jika saudara kandung sudah memasuki usia sekolah, dia mungkin tidak lagi merasa terncam oleh pendatang baru dalam keluarga. Bahkan kemungkinan besar dia kagum dengan proses kehamilan dan persalinan, serta ingin sekali bertemu dengan bayi yang baru.
3.      Kurangnya support sistem.
Kurangnya perhatian dari suami dan keluarga kepada ibu yang telah melahirkan akan menjadikan psikologis dari seorang ibu akan terganggu. Ibu mungkin akan berfikir “anakku ini adalah anak yang tidak diharapkan oleh suami dan keluargaku”. Selain itu ibu juga akan berfikir “mereka semua perhatian kepadaku hanya ketika aku hamil tapi setelah aku melahirkan mereka sudah tidak mempedeulikanku dan membiarkanku merawat bayiku sendiri karena mungkin mereka pikir aku sudah sehat”. Hal itu akan berdampak buruk pada hubungan antara si anak dan ibu, karena ibu tersebut akan malas untuk mengasuh anaknya.
4.      Ibu dengan resiko (ibu sakit).
Ibu yang sakit-sakitan akan berkonsentrasi untuk kesehatannya dan anaknya biasanya dirawat oleh mertua atau suaminya. Ibu akan kehilangan banyak waktu dengan anknya sehingga itu juga dapat memperenggang kedekatan ibu dengan anaknya.
5.      Bayi dengan resiko (bayi prematur, bayi sakit, bayi dengan cacat fisik).
Bayi dengan cacat fisik yang dilahirkan dari keluarga yang sehat dan normal dapat juga menjadi salah satu penyebab ketidakdekatan antara sang ibu dan bayinya. Ibu mungkin merasa malu dengan anak yang dilahirkannya. Ibu merasa bahwa anaknya itu adalah sebuah aib besar. Ibu cenderung akan tidak mempedulikan ankanya, jahat kepda anknya dan suka mencemooh anaknya ketika si anak besar kelak. Hal ini juga berdampak tidak baik bagi psikis si anak karena dia akan merasa tidak diakui anak oleh ibunya dan merasa tidak terima dengan kecacatan fisik yang ia alami.
6.      Kehadiran bayi yang tidak diinginkan.
Bayi yang lahir dari hasil hubungan yang tidak diinginkan akan menjadikan suatu dosa yang diderita oleh ibu selam hidupnya. Dia akan merasa hak kebebasannya yang seharusnya masih ia miliki terampaas dengan adanya anak itu. Dia juga akan membenci si anak.
F.    Cara mengatasi gangguan bounding attachment
1.      Dengan menanamkan pemikiran dalam hati bahwa anak itu adalah anugrah dari Tuhan kepada kita semua yang kita diberi tugas untuk menjaga, menyayangi, mencintai, dan membimbingnya menuju ke jalan yang benar agar masa depan anak tersebut cerah dan nantinya akan menjadi pribadi yang baik di dunia dan di akhirat.
2.      Memberikan suatu pemahaman bahwa apabila anak yang dilahirkan memiliki kekurangan, maka sebagai orang tua harus memiliki suatu pandangan bahwa setiap manusia memiliki kelebihan dan kekurangan. Maka dari itu, orang tua harus menerima kekurangan anaknya dengan hati yang lapang.

BAB III
PENUTUP

A.       KESIMPULAN
1.      Gelisah dan takut yang dialami oleh ibu selama persalinan adalah suatu hal yang wajar, sebagai tenaga kesehatan kita harus memaklumi dan sebisa mungkin memberikan konseling agar gelisah dan takut yang dialami ibu berkurang.
2.      Bounding Attachment adalah suatu ikatan antara bayi dengan ibunya dimulai dari masa kehamilan sampai kelahiran.
B.      SARAN
1.      Dari pihak keluarga dapat memberikan suatu dukungan agar ibu tidak merasa gelisah dan takut dalam menghadapi persalinan.
2.      Dari pihak tenaga kesehatan dapat memberikan pengetahuan kepada ibu tentang bagaimana persalinan itu dan seperti apa rasanya sehingga ibu tidak merasa takut untuk menghadapi persalinan.
3.      Pendidikan bounding Attachment harus diberikan oleh tenaga kesehatan agar ibu dapat meningkatkan ikatan kasih sayangnya dengan si bayi.


DAFTAR PUSTAKA


  1. Pitt, Brice. Kehamilan dan Persalinan. 1996. Jakarta. Arcan
  2. Tarwoto-Wartona. Kebutuhan Dasar  Manusia dan Proses Keperawatan. 2004. Jakarta. Salemba Medika

No comments:

Post a Comment